Kamis, 12 Maret 2009

Ke'SOLID'an di tengah ke'LIQUID'an, SEBUAH REFLEKSI



Kita harus solid !!! ....., kita harus solid !!!.....
Demikian kata yang sering terdengar atau setidaknya pernah didengar. Ingin rasanya Izam mengabadikan memori dalam bentuk tulisan. Inspirasi ini hadir berulang-ulang bersamaan dengan waktu membaca tulisan Ust. M. Lili Nur Aulia pada Majalah Tarbawi.


Ikhwah fillah, kesolidan berafiliasi pada kesatuan. Dan, pada umumnya memang demikian yang ter'frame' dalam sebagian besar orang. Kita memang harus belajar, belajar pada orang-orang yang sukses terbelajarkan, belajar pada orang-orang besar. Keinginan yang tinggi beserta harapan dengan limit menuju tak hingga kepada Allah 'Azza wa Jalla untuk menghadirkan diri dalam catatan 'Sejarah' orang-orang yang berkontribusi pada kebaikan, pada Allah, pada jalan yang diridhai-Nya adalah salah satu indikasi hidayah yang telah Allah berikan. Pertanyaannya sekarang adalah apa bentuk kita mensyukuri dan atau memelihara hidayah tersebut ???


Izam berkeyakinan ada sekian banyak bentuk sikap mensyukuri dan atau memelihara hidayah. Di sini, Izam hendak mengambil ruang pandangan dari sekian banyak sikap yang mungkin dapat mewakili. Salah satu cara untuk melatih daya pikir dan kemampuan mensyukuri sekaligus memelihara hidayah adalah dengan merefleksikan diri terhadap kaidah kesejarahan.


Yang dimaksud merefleksikan diri terhadap kaidah kesejarahan adalah dengan mengamati pola sejarah orang-orang yang tersejarahkan, yang notabene orang-orang besar melalui karya atau kisah-kisah mereka.


Solid berarti padat, sementara liquid berarti cair. Perbedaan yang sangat mendasar terletak pada bentuk dan struktur molekulnya. Kesatuan ummat, kesatuan visi maupun gerak terepresentasi oleh solid. Sebaliknya, perselisihan, konflik yang bermuara pada perpecahan terepresentasi oleh liquid. Di sinilah perlu refleksi, perlu mempelajari cara dan jalan-jalan yang ditempuh para pendahulu kita. Jalan itu terpola, ada kaidahnya di sana.......




Refleksi ke'SOLID'an di tengah ke'LIQUID'an I
Pernah Abu Dzar berselisih dengan Bilal. Bilal merasa tersinggung atas perkataan Abu Dzar terkait orang tua Bilal. Kemudian Bilal mengadu pada Rasulullah. Singkatnya, Abu Dzar sangat menyesal atas perbuatan yang dilakukannya. Abu Dzar lantas menjatuhkan pipinya ke tanah seraya berkata : "Demi Allah, jika engkau (Bilal) tidak menginjak pipi ini maka aku tidak akan pernah bangun." Setelah kejadian itu, lantas mereka berdua saling berpelukan menitiskan air mata.
Izam Inspirations :
1. Sebuah perkara yang bisa jadi sepele atau sederhana, bisa berujung besar dan kompleks. Di sinilah perlunya prinsip kehati-hatian dalam interaksi sosial.
2. Kesalahan dengan cepat mampu menghadirkan kemuliaan jika sikap yang dilakukan adalah mengakui kesalahan tersebut, bertobat seraya mengiqob(hukum) diri.
3. Liquid akan kembali solid jika melepaskan kalor = perselisihan akan kembali menuju persatuan jika meredam emosi, memberikan ruang perhatian pada saat suasana paradoks. Subyek yang berhasil memberikan ruang perhatian ialah Abu Dzar.




Refleksi ke'SOLID'an di tengah ke'LIQUID'an II
Kaum Muhajirin dan Kaum Anshar sudah berkumpul, mereka terpisah dalam dua kubu. Tersulut emosi dan siap menghunuskan pedang. Mereka benar-benar siap berperang. Dan, Rasulullah pun melerai. Rasulullah mengingatkan: "Apakah kalian hendak berperang, sementara aku di tengah-tengah kalian. Islam telah menolong kalian dari kekufuran, Islam pula yang mengangkat derajat kalian dan bukankah Islam telah mempersatukan hati-hati kalian?." Setelah mendengar peringatan beliau, kaum Muhajirin dan Anshar saling berpelukan.
Izam Inspirations :
1. Latar belakang sejarah yang kelam, mampu menghadirkan memori negatif dan berujung pada aksi yang negatif pula.
2. Satu-satunya cara mereduksi latar belakang sejarah tersebut dengan Islam.
3. Liquid akan kembali solid jika melepaskan kalor = perselisihan akan kembali menuju persatuan jika meredam emosi, memberikan ruang perhatian pada saat suasana paradoks. Subyek yang berhasil memberikan ruang perhatian ialah Rasulullah Muhammad saw.




Refleksi ke'SOLID'an di tengah ke'LIQUID'an III
Saat itu Mu'awiyah adalah seorang khalifah yang memiliki sedikitnya 20 wilayah kekuasaan. Ia memiliki kebun di Madinah, sementara ia sendiri tinggal di Damaskus. Bersamaan dengan itu, Ibnu Zubair, seorang rakyat biasa pun memiliki kebun di Madinah bersebelahan dengan kebun Mu'awiyah. Satu waktu, karyawan Mu'awiyah masuk ke wilayah kebun milik Zubair. Ibnu Zubair marah, karena salah seorang karyawan Mu'awiyah masuk tanpa seizinnya. Kemudian, dalam keadaan yang dipenuhi emosi, Zubair mengirim surat ke Mu'awiyah yang bertuliskan :
"Bismillahirahmanirrahiim. Dari Abdullah bin Zubair, putra penolong Rasul (Zubbair bin 'Awwam) dan putra Dzatun Nuthaqain (Asma binti Abu Bakar), kepada Mu'awiyah bin Hindun, anak dari perempuan yang memakai hati paman Rasulullah. Ketahuilah, tukang kebunmu masuk ke kebunku. Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, kalau engkau tidak melarang mereka, aku akan mempunyai urusan denganmu!"
Dan, surat itu diterima oleh Mu'awiyah dalam keadaan tenang menerimanya serta berlapang dada. Untuk kemudian, Mu'awiyah meminta pendapat pada anaknya Yazid terkait isi surat Zubair tersebut. Yazid, yang diketahui berkarakter tempramental langsung tersulut emosi. Buktinya ia lantas memberi masukan pada ayahnya untuk segera tanpa basa-basi mengirim pasukan dalam jumlah besar. Di mana barisan pertama dari pasukan tersebut berada di Madinah sementara ujung terakhirnya di Damaskus. "Mereka harus kembali dengan membawa kepala Ibnu Zubair." Pungkas Yazid. "Tidak, ada yang lebih baik.", respon Mu'awiyah. Masih dalam keadaan yang terkendali, Mu'awiyah membalas surat Zubair. Surat itu berisi :
"Bismillahirrahmanirrahiim. Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan, kepada Abdullah bin Zubair putra penolong Rasul dan putra Dzatun Nuthaqain. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Jika ada bagian dari dunia milikku dan milikmu, lalu kemudian engkau memintanya, niscaya akan aku berikan itu semuannya kepadamu. Ambilah kebunku itu seluruhnya menjadi kebunmu. Termasuk tukang kebunku juga menjadi milikmu. Wassalam.

Ketika surat tersebut sampai dan dibaca oleh Zubair, Zubair pun menangis lantas bergegas ke Damaskus menemui Mu'awiyah. Sesampainya di sana, Zubair memeluk kepala Mu'awiyah seraya berkata, "Semoga Allah menjaga akalmu, dan Allah telah memilihmu di antara orang-orang Quraisy untuk menduduki tempat ini (Khalifah)."
Izam Inspirations :
1. Kembali, perkara yang terbilang sederhana. Namun, dikarenakan salah pemahaman maka penterjemahannya pun berbeda. Di sinilah perlunya kedewasaan bersikap dalam interaksi sosial
2. Ada semangat keteladanan (yang dicontohkan oleh Mu'awiyah) sekaligus daya kontrol emosi (yang diilustrasikan oleh Ibnu Zubair).
Semangat Keteladanan
: lihatlah bagaimana cara yang dilakukan oleh seorang Mu'awiyah dalam menghadapi rakyatnya di satu sisi dan sahabatnya di sisi lain. Padahal kalau Mu'awiyah mau, dia bisa saja berbuat lebih karena posisi beliau sebagai seorang khalifah. Tapi, sekali lagi beliau memberikan porsi keteladanan yang cukup proporsional. Yakni tidak memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan personal melainkan benar-benar menjalankan amanah untuk kemashlahatan ummat sekaligus berupaya berkiblat pada sumber Keteladanan, Rasulullah Muhammad saw. Adapun di antara cara-cara yang dilakukannya antara lain,

- menterjemahkan permasalahan secara dewasa
- menerimanya dengan tenang
- menerimanya dengan lapang dada
- meminta pendapat sebelum memutuskan
- membalas dengan cara yang lebih santun
- mengajak kembali merenungi hakikat kehidupan, Allahlah Pemilik Segala Sesuatu (lihatlah cara yang dilakukannya dengan rela menawarkan/memberikan seluruh kebun beserta perangkatnya - inilah bukti tarbiyah, bukti kedekatan dengan Allah)
3. Karakter emosional, tanpa kontrol iman yang dominan akan membuahkan petaka besar.


Bersambung . . . . . . , InsyaALLAH.


Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

Tidak ada komentar: