Senin, 17 Oktober 2016

Untuk Ayahku yang Sudah Berada Di Alam Sana, Apakah Kamu Juga Rindu Padaku? (Copy-Paste)



Itulah janji yang tidak bisa ayah tepati lagi. 
Walaupun begitu kelak ketika aku menemukan lelaki itu, aku akan tetap mengenalkannya, walaupun mereka hanya akan saling melempar senyum dalam kalbu.

 Aku selalu bertanya "Ayah apakah kamu merindukanku?"

Aku tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi ketika seseorang telah pergi menemui yang kuasa, apakah mereka bisa merasa lapar? Merasa marah dan terlebih apakah mereka bisa merasakan rindu? Aku tidak pernah tahu sehingga yang aku lakukan hanyalah mengirim doa setiap malam agar ia tetap bahagia di alam sana.

Jika bisa aku bertemu, aku ingin sekali memeluknya dan menceritakan semua keluh kesahku seperti ketika aku kecil dulu.

Tetapi aku tidak bisa menolak takdir, jika memang Tuhan sudah berkendak aku pun tidak bisa merubah rencana-Nya.

Aku tidak pernah marah pada Tuhan karena telah mengambilnya dari tengah-tengah keluarga kami, setidaknya aku bersyukur karena ia sudah bahagia disana, walaupun rindu tak kunjung henti, aku selalu tahu bahwa ia selalu baik-baik saja. Meskipun pertanyaan "apakah Ayah merindukanku?" Tidak akan pernah berhenti.


SUMBER:

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

Sabtu, 20 April 2013

CINTA KERJA dan HARMONI




Oh Tuhan…beri kami cinta
Cinta abadi tulus kepadaMu
Cinta yang menyatukan hati kami
Oh Tuhan…beri kami cinta
Oh Tuhan…beri kami cinta …
Cinta sejati bangun negeri ini
Cinta yang mengembalikan
Bagai jadi gelombang
Oh Tuhan…beri kami cinta
Badai kini tlah berlalu
Dengan Cinta, beKerja dan harmoni
Badai kini tlah berlalu
Taklukkan negeri ini dengan Cinta
Badai ini tlah berlalu….
Tuk Indonesia yang adil sejahtera…
#Reff
Oh Tuhan…beri kami cinta …
Cinta sejati bangun negeri ini
Cinta yang mengembalikan
Bagai jadi gelombang
Oh Tuhan…beri kami cinta
Badai pastikan berlalu
Dengan Cinta, beKerja dan harmoni
Badai pastikan berlalu
Taklukkan negeri ini dengan Cinta
Badai pastikan berlalu….
Tuk Indonesia yang adil sejahtera…
Saatnya memimpin negeri ini
Badai kini tlah berlalu
Saatnya terbang mengangkasa
Badai kini tlah berlalu
Saatnya meraih kemenangan
Badai kini tlah berlalu
Saatnya memimpin negeri ini…
Tuk Indonesia yang Adil Sejahtera….


Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

Jumat, 31 Agustus 2012

YANG BAIK JUGA UNTUK YANG BAIK

"Wanita yang baik untuk laki-laki yang baik/ Laki-laki yang baik untuk wanita yang baik atau sebaliknya."*



Sahabat....,meyakini diri sebagai pribadi yang baik bukanlah termasuk dan bukan juga bermaksud ujub, sombong, tinggi hati apalagi 'over pede'. Dimensi 'pembacaan'nya (ruang persepsinya) terletak pada kesadaran-kesadaran 'alamiyah atau lebih dekat dengan penyebutan fithrah. Mengapa? Mari sejenak flashback, sebagian dari kita mungkin familiar dengan mata pelajaran Biologi. Nah, dalam salah satu sub bahasannya kita dapati bahwa di pelajaran Biologi ada informasi aktual terkait dengan tema penciptaan manusia. Singkatnya, diri kita sebelum terlahir ke dunia telah mengalami proses-proses perjuangan (deskripsi-konklusif pertemuan antara sel sperma dan sel telur dalam jumlah yang tidak sedikit). Dan, yang tampil keluar sebagai 'juara'nya adalah kita (baca: takdir penciptaan). Ya, kita semua telah didesain oleh "THE CREATOR" (Yang Maha Pencipta) sebagai 'Pemenang'. Pertanyaan selanjutnya adalah, lantas apa relevansi ataupun korelasinya dengan bahasan kita di awal (meyakini diri sebagai pribadi yang baik merupakan kesadaran 'alamiyah yang berarti fithrah)? Sederhana jawabnya, bukankah pemenang = juara? bukankah juara = sukses? bukankah sukses = berhasil? bukankah berhasil itu positif? dan, bukankah positif itu adalah baik? Ya, kalau di awal tadi kita singgung pelajaran Biologi, maka kesimpulan jawaban pertanyaan di atas 'beririsan' dengan subyek Matematika. Bahwa fithrah kita dilahirkan sebagai 'Pemenang' equivalen (sama artinya/sinergis maknanya) dengan sikap kita untuk meyakini diri sebagai pribadi yang baik. Inilah yang kita sebut sebagai kesadaran pertama.

Selanjutnya, meyakini diri sebagai pribadi yang baik adalah sebuah kecerdasan. Jika telah diketahui bahwa manusia memiliki unsur baik dan juga unsur buruk, maka memilih untuk menumbuhkembangkan unsur baik adalah pilihan cerdas. Sekali lagi, adalah pilihan cerdas sebab sesuatu yang sudah menjadi pilihan akan berdampak pada fokus & orientasi yang untuk kemudian akan beranjak pada tingkat kebutuhan. Sehingga, berada pada kondisi 'butuh' baik maka kita benar-benar akan menjadi manusia yang sepenuhnya manusia. Dan, inilah yang kita sebut sebagai kesadaran kedua.

Sahabat...., 'baik' sebagai sebuah kebutuhan (buah dari meyakini diri sebagai pribadi yang baik) bukan berarti selalu penuh dengan hal-hal yang baik, bukan berarti mengesampingkan unsur buruk yang juga ada dalam diri kita. Kita bukanlah malaikat, tapi kita adalah manusia yang memilih menjadi manusia yang seutuhnya. Mari kita jabarkan sedikit, menjadi manusia yang seutuhnya berarti menjadi manusia yang sadar & paham terhadap 'kaidah-kaidah' penciptaan. Ketika 'baik' bersinergi dengan dimensi spiritualitas, maka ia akan berbicara soal iman. Ketika bicara soal iman, maka iman itu terkadang naik dan terkadang turun. Sementara, ketika 'baik' berada pada tataran aplikatif maka ia lebih dekat pada persoalan sikap & tingkah laku. Jadi sahabat...., sebagaimana manusia pada umumnya terkadang boleh jadi kita naik/turun imannya, baik/buruk sikap & tingkah lakunya. Pembedanya adalah, seiring dengan menaiknya iman maka kualitas baik kita juga akan menaik. Seiring dengan menurunnya iman, maka ada ikhtiar dari kita untuk menjaga agar kualitas baik kita tidak terlampau turun drastis dan bersamaan dengan itu pula tetap bersungguh-sungguh untuk mengembalikan ritme kualitas baik kita. Sementara, seiring dengan baiknya sikap dan tingkah laku kita maka kita semakin meyakini bahwa karunia baik adalah titipan dari Yang Maha Baik dan bersama itu pula kita lestarikan ekspresi syukur. Sedangkan, seiring dengan buruknya sikap dan tingkah laku kita maka kita membuka ruang besar untuk instrospeksi diri kemudian pada saat yang sama tetap bersungguh-sungguh untuk memperbarui taubat seraya berlapang untuk menghimpun maaf dan memohon ampun kepada Yang Maha Pengampun. Inilah 'kaidah-kaidah' penciptaan yang jika kita merealisasikannya, maka akan mengantarkan kita menjadi manusia yang seutuhnya manusia.


Sahabat...., di awal bahasan kita mengutip kalimat yang merupakan intisari dari salah satu ayat Al-Qur'an*. Itulah hukum kausalitas (sebab-akibat), janji Allah Tuhan Semesta Alam. Komitmen dan konsistensi menjadi baik akan menyertakan perangkat-perangkat yang baik dan berkesudahan pun dengan baik. Dalam perjalanannya, kesungguhan menjadi baik akan didampingkan dengan pasangan baik yang sama-sama bersungguh-sungguh untuk menjadi baik.

Sehingga, berbicara maasalah cinta & perasaan (konteks sesama makhluk) maka 'direction'nya, petunjuk arahnya adalah pemantasan diri untuk menjadi baik. Bukan target siapa pasangan yang baik.

Sahabat...., realitas di lapangan tidaklah semudah teori.... Terkadang, konsekuensi berinteraksi sosial salah satunya adalah tumbuhnya benih-benih, perasaan-perasaan khusus kepada lawan jenis. Tidak mengapa ada perasaan suka (wajar & masih manusiawi), hanya saja tetap memperhatikan batasan-batasan syariat yang ada. Tidak di'follow-up'i (ditindak lanjuti) dengan hawa nafsu. Menahan di dalam hati, menunggu keputusan takdir Ilahi dan tetap meyakini bahwa "yang baik untuk yang baik".


Jika engkau dapati ada 'seseorang' di hatimu yang pada akhirnya tidak ditakdirkan untuk bertemu, maka seharusnya berikut adalah cara pandangnya:
- Engkau bukanlah tidak baik atau tidak pantas untuknya, engkau adalah pribadi yang baik yang kepantasannya berbanding lurus dengan seseorang yang tepat Allah siapkan kemudian.
- Dirinya (seseorang yang kau sukai) bukanlah tidak pantas atau tidak baik untukmu, dia adalah sosok yang pantas. Hanya saja, akan sinergis baik-nya pada seseorang yang telah Allah pilihkan.


Pada akhirnya sahabat...., Allahlah sebagai Cinta di atas Cinta & Perasaan di atas Perasaan.

Tetaplah komitmen & konsisten untuk menjadi YANG BAIK sebab "YANG BAIK JUGA UNTUK YANG BAIK".



*Qs. An-Nur : 26

10 Ramadhan 1433 H

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

Sabtu, 10 Maret 2012

Akhirat Yang Dirindukan...Akhirat Yang Sering Terlupakan*


Akhirat...
Jauh dekatnya ia, tergantung cara kita mengejarnya
Lama dan sebentarnya, tergantung bagaimana kita berjalan menuju kesana
Sejatinya kita bertaruh untuk sesuatu yang sangat pasti


Akhirat...
Ia semestinya hadir di setiap jenak hidup kita
Meski ia terasa asing dan tak tergambarkan
Ia dekat, tapi kita sering anggap jauh
Ia nyata, bilapun sering di rasa sebatas cerita
Ia bisa menyergap tiba-tiba seperti pemangsa bertaring
Tapi, betapa kita tak pernah menyadarinya !


Akhirat...
Ia seperti sahabat sehati
Ia akan terus melambai, bila kita masih jujur padanya
Ia akan merindukan kita, bila kita juga merindukannya
Ia akan menyiapkan sambutan untuk kita, bila kita masih setia berjalan menuju kepadanya


Kesetiaan seorang mukmin yang mencari cinta sejati
Cinta yang menghidupkan dan memastikan harapan
Kesetiaan seorang mukmin yang mengerti bahwa dunia hanya teman sementara
Dunia kawan yang menangkar mawar tapi juga durinya
Madu tapi juga racunnya
Manis tapi juga pahitnya






*izzatul muthmainnah

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

Sabtu, 25 Februari 2012

SUPER UKHUWAH - Sebuah Renungan*.....



Sahabat...
Bagaimana kondisi hati hari ini...?
Semoga kita tidak pernah terlepas dari dzikrullaah...
Bagaimana dengan qiyamullailnya semalam...?
Sudahkah kita membayangkan satu persatu wajah saudara/i kita dan memohon kepada ALLAH agar kita dan mereka istiqomah dalam menempuh jalan ini...
Agar kita dan mereka selalu diberi kelembutan hati dalam menyampaikan amanah da'wah ini...
Agar kita dan mereka diberi tambahan keimanan sehingga tetap tegar dalam jalan panjang ini...
Semoga kita dan mereka tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang masih memendam rasa kesal atau benci kepada saudara kita...
Astaghfirullaahal 'azhiim...

Sahabat...
Mungkin kita pernah kesal dalam hati terhadap ikhwah dan jama'ah
Ketika kita merasa seperti dibiarkan larut dalam masalah pribadi tanpa ada yang menemani dan bersimpati
"kenapa mereka tidak mengerti saya!!!" saya inikan sibuk, saya juga punya urusan, tak tahukah mereka kalau sekarang saya sedang ada masalah, mereka sepertinya tidak mau mengerti dan tidak mau mengerti !!! mana ukhuwah yang selama ini mereka dengungkan...???"

Sahabat...
Secuek apapun ikhwah terhadap kita ternyata itu masih lebih baik daripada kita dibiarkan sendiri, menatap wajah teduh mereka
Wajah yang bisa menawar kesedihan dan kecemasan hati kita
Wajah yang biasa kita tatap setiap saat dari kejauhan sebagai penawar kerinduan kita akan syurganya ALLAH
Sekasar apapun cara mereka memberikan taushiyah masih jauh lebih baik daripada tidak terdengarnya tutur sapa seorang ikhwah, suara yang mampu menggetarkan sanubari kita...
Masya ALLAH... tidak ada seorangpun yang mampu membayar keni'matan bersama seorang ikhwah !

Sahabat...
Terimalah ikhwah kita dengan segala kekurangannya
Jangan berharap terlalu tinggi pada moment yang tidak tepat
Jangan selalu membesar-besarkan masalah yang kecil
Mulailah menjaga hubungan itu dari diri sendiri
Jangan terlalu banyak menuntut dari orang lain tapi tuntutlah dari dalam diri kita sendiri terlebih dahulu

Sahabat...
Didepan sana ombak siap menghantam
Batu karang siap menghadang
Badai siap menerjang
Sediakanlah segala macam perbekalan
Sediakanlah api cinta untuk menggodok air kasih sayang
Tuangkanlah kedalam gelas persaudaraan yang didalamnya telah tersedia bubuk kepercayaan dan gula keterbukaan
Kemudian...
Aduklah dengan sendok kelembutan
Dan saringlah dengan saring keimanan

Bersamalah kita dalam ketho'atan !!!
Semangat berjuang mereguk manisnya ukhuwah dalam bingkai kebersamaan meraih ridho dan syurganya ALLAH 'azza wa jalla, bukanlah da'wah yang membutuhkan kita...da'wah akan terus berjalan tanpa adanya kita karena kitalah yang membutuhkannya...


“Jika definisi sahabat hanya diartikan sebagai orang yang mau ikut merasakan suka, duka atau apapun yang Anda rasakan. Maka boleh jadi Anda akan begitu kesulitan mendapatinya.
Namun, jika definisi sahabat Anda perluas maknanya sebagai orang yang mau Anda bagikan segala kebaikan yang bisa anda bagi, Maka boleh jadi akan begitu banyak orang-orang yang ingin menjadi sahabat Anda.”

[SUPER UKHUWAH]

Wallahu a'lam bishshowab




*Kontributor:
MUJAHIDAH

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

BINGKISAN TERAKHIR TUK BUNDA*




“Bunda-bunda!” Serak suaraku memanggil Bunda. Aku melangkah ke kamar bunda dan mencoba membuka pintu kamarnya. Tetapi belum aku membuka lebar, aku melihat bunda-bundaku menangis. Butiran air matanya jatuh saling berlomba. Tangisannya penuh beban dan harapan.

Aku tertegun di balik pintu menatap bunda yang seolah ingin menghabiskan air matanya. Namun, aku tersadar dari tatapanku, ketika bunda mengetahui aku ada di balik pintu. “Syila, sudah pulang nak?” Suara bunda yang masih terisak.

                “Eh-iya bunda. Aku . . . aku ke kamar dulu ya.” Jawabku kepada bunda, dan segera aku menapaki tangga dengan penuh harap ketika aku turun bundaku sudah menampakkan wajah hangatnya dan mencoba untuk menghapus air matanya.

                Sesampainya di kamar, aku termangu duduk di dekat jendela. Hatiku bertanya-tanya kenapa bunda menangis, padahal sewaktu aku berangkat kuliah bunda masih seperti biasa dan . . . . . . . . . . . . . . . Oh tidak!, tiba-tiba aku berpikir akan satu hal, hasil tes penyakit bunda yang ia periksakan seminggu lalu. Apakah hal itu yang membuat bunda menangis atau ada suatu hal lain yang membuat bunda sampai menangis begitu.

                Ketika aku keluar kamar dan menuju meja makan, aku melihat bunda sedang menyiapkan makanan.
                “Menu hari ini apa bunda?” Tanyaku pada bunda.
                “Oh-eh-ini bunda buatkan masakan kesukaan Syila.”
                Setelah itu kami mulai menyantap hidangan yang telah bunda siapkan. Ya, kami hanya berdua. Maklum saja ayahku sudah meninggalkan kami setahun lalu karena kecelakaan.

                Kemudian beberapa menit aku terdiam, aku mulai berpikir suatu hal yang akan aku tanyakan bunda. Suatu hal yang membuatku penasaran.

                “Ehm-Bunda gimana hasil pemeriksaan minggu lalu, sudah keluarkan bunda?” Tanyaku dengan nada lembut.

                Tapi tiba-tiba saja Bunda berhenti menyantap makanannya. Air matanya kembali membasahi pipinya, aku tidak tahu apa pertanyaanku ini salah. Lalu, Bunda menjawab dengan air matanya.

                “Syila maafkan Bunda nak, mungkin ini hari terakhir kita makan bersama.”

                “Memangnya kenapa Bunda?” Jawaban Bunda membuat pikiranku berpikir apa yang sebenarnya ingin bunda katakan. Tiba-tiba saja suasana di meja makan menjadi tak bernyawa. Kami berdua terdiam. Dan-besok bunda akan menjalani perawatan menjelang operasi lusa.”

                Suasana makin gelap, aku . .  aku hanya terpaku dan butiran air mataku mulai keluar dan berjatuhan. Bunda-bundaku akan pergi meninggalkanku. Aku akan sendiri tanpa ditemani ayah dan bunda.

                “Tapi itu masih stadium awal kan bunda dan bunda akan sembuh kan?”

                “Maaf Syila, Bunda sudah terlambat mengetahui penyakit ini dan …”
                “Cukup! Aku tidak mau lagi mendengarkannya Bunda.” Hentakku dengan penuh tidak percaya.

                Dan ketika itu Bunda menghampiri serta memelukku. Ia berbisik padaku, ia mengingatkan bahwa Allah akan menjagaku. Dan Ia (Allah) akan selalu memberiku petunjuk.


RUANG OPERASI, dua hari kemudian ...
                Jantungku berdetak dengan cepat, dan aku hanya berdiri di depan ruang operasi dengan penuh cemas.

                Hari ini Bunda dioperasi dan ini akan menjadi hari yang berat baginya. Aku menunggu dan hanya berdoa semoga operasi yang dijalankan Bunda berhasil serta berharap Allah memberikannya kekuatan.

                “Syila,” Suara dokter memanggilku ketika keluar ruang operasi.
                “Oh-iya dokter bagaimana keadaan bunda sekarang dokter?” Aku bertanya dengan penuh cemas.

                “Maaf Syila, mungkin ia kan bertahan sampai beberapa jam ini saja.”

                “Astaghfirullahalazim!!!, bunda-bolehkah saya temani bunda dokter?”

                “Tentu, tentu saja, temanilah ia di hari terakhirnya.”

                Aku berjalan menuju ruangan di mana Bunda masih terkapar. Ia sedikit sadar dan aku tak kuasa melihatnya meneteskan air mata yang indah itu. Aku menguatkan diri mendekatinya dan menggenggam tangannya. Aku … aku tak bisa menahan air mataku jatuh. Dan tiba-tiba Bunda mengatakan sesuatu padaku.

                “Syila, hanya sampai hari ini nak Bunda bisa menjagamu, maafkan bunda kalau kamu harus hidup sendiri. Jaga dirimu baik-baik dan senantiasa berdoa kepada Allah.”

                Aku tak kuasa mendengar pesan terakhir bunda ini dan ia melanjutkan kembali pesan terakhirnya.

                                “Bunda senang melihatmu tegar nak, jangan jadikan hal ini sebagai kekecewaanmu kepada Allah nak!” Sebelum Bunda melanjutkan kembali pesan terakhirnya itu aku mulai berbicara.

                “Bunda-bunda, Syila sayang Bunda. Bunda, Syila akan berjilbab menutup aurat mulai saat ini seperti Bunda. Bukankah ini yang Bunda inginkan selama ini Bunda?, Maafkan Syila Bunda. Syila sayang Bunda ...” aku menangis tak kuasa.

                Lalu Bunda tersenyum dan detik berikutnya ia mengucapkan lafadz keEsaan Allah. Dan menghembuskan nafas terakhirnya.

                INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI’UN ....

                Bunda telah tiada. Aku hanya terpekur dan memeluknya erat sambil sesegukan untuk terakhir kalinya

                Bunda semoga kau bahagia di sisi Allah. Karena aku tahu Dia mencintai hamba-Nya.




*oleh : Lia Fauzia
Tulisan ini saya temukan pada buku panduan/bundel pesantren kilat SMA, SWARA (Studi WisatA Ramadhan). Semoga diperkenankan oleh penulis aslinya....

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

Kamis, 23 Februari 2012

HIKMAH MALAM..... DI PINGGIRAN JALAN


Malam itu Izam lebih awal pulang dari aktivitas rutin harian, kira-kira pukul 22.30 wib ia meluncur menggunakan sepeda motor kesayangannya. Namun, belum lama meluncur ia merasa ada yang aneh pada tunggangannya itu. Ya...., ternyata ban belakang motornya bocor. Tanpa berpikir panjang, ia langsung menuntun kendaraannya ke arah jalan raya yang sepengetahuannya ada tukang tambal ban di sana. Memang, jarak antara awal ia menuntun motor dengan tempat tambal ban terbilang tidaklah dekat. Hmmm..... sebagaimana orang-orang pada umumnya yang tertimpa “bencana” bocor ban, Izam sempat berpikir macam-macam. “Ada apa ya?”, “Maksiat apa saya hari ini?” atau “Begitu besarkah kesalahan saya hari ini?” dan lain-lain. Kalimat-kalimat itulah yang silih berganti mengiringi perjalanannya ke tempat tambal ban, sebelum pada akhirnya ia ‘berhasil’ mengelola gaya berpikirnya yang ‘memaksa’ berakhiran serba positif kemudian. Ia tidak mau terbebani secara berlebih pada kalimat-kalimat instrospeksi tadi, ia kemudian membangun sikap sekaligus harap. Ia bersikap, segera memperbaiki segala bentuk kesalahan atas apa yang ia rasakan saat itu seraya berharap bahwa malam ini ia memperoleh karunia hikmah yang begitu jelas nantinya.

Terjawablah harapan itu persis di tempat tambal ban dan berikut adalah kronologisnya. Awalnya ia memarkir motor dalam keadaan siap untuk diperbaiki, kemudian ia melihat sosok tubuh yang begitu besar dengan mimik wajah yang cukup memperlihatkan ekspresi tegas. “Ini orang cukup serem, kayaknya galak & sulit diajak bercakap”, imbuhnya dalam hati. Namun semuanya salah ketika tukang tambal ban ini menyapanya lebih dahulu, “Maaf, ini helmnya takut jatuh”, seraya menunjuk helm yang masih tergeletak di jok motornya sambil memperlihatkan wajahnya yang begitu bersahabat. Dan, melihat wajah yang begitu terlihat berbeda dengan apa yang Izam lihat ketika awal bersua, maka Izam pun merespon balik dengan lebih ceria, “Iya pak, makasih” sambil mengambil helmnya dan meletakkan pada tempat ia duduk. Mungkin, karena sama-sama merasa adanya “atmosfer” persahabatan maka kemudian kami cenderung lebih cair dan tidak kaku. Inilah yang kemudian menjadi titik awal hikmah yang Izam dapatkan malam itu......

Percakapan kami yang begitu cair bermula ketika tukang tambal ban itu berkomentar tentang telepon seluler yang ia simpan dalam saku celananya....
Tukang tambal ban :              
HP ini kadang-kadang ngga’ kerasa cepet rusak, nunduk sedikit (posisi hp tertekan tubuh) eehhh... begitu dilihat lcdnya baret.
Izam :  
- (hanya terdiam, mendengarkan & memperhatikan apa kelak kata-kata lanjutannya)
Tukang tambal ban :
Ya... mending beli hp yang murah-murah aja yah. Habis gampang rusak layar lcdnya.
Izam :    
Iya pak, lcd hp memang sensitif.
Tukang tambal ban :
Saya pernah tuh ditawarin hp di kereta, ya menurut saya sih hp curian. Katanya begini, “Bos ni hp bagus bayarin deh 200ribu aja”. Saya tawar tuh, “50ribu gue ambil”. Eehh... dia mau. Saya periksa di rumah, hpnya bener-bener bagus sih. Cuma saya ngga’ habis pikir, kok hp bagus begini dijual murah amat, “jangan-jangan hasil curian nih” pikir saya. Setelah kejadian itu, saya udah ngga’ mau peduli pada tawaran hp bagus dengan harga amat murah, pikir saya sederhana yaa...paling abis dari mencuri....
“Hidup sekali aja sampe sebegitunya ya....”
Izam :    
Iya ya pak. (mencoba menjadi pendengar yang baik)
Tukang tambal ban :
Iya, hidup cuma sekali aja sampe sebegitunya... Menurut saya, ya apa adanya aja, semampunya, ngga’ usah macam-macam, ngga’ usah ngiri sama yang kaya. Wong semua orang itu kan susah....
Izam:     
???? (menunjukkan mimik bingung/ heran)
Tukang tambal ban :
Ya, semua orang itu pada hakikatnya kan susah. Sekaya apapun seseorang kenapa masih bekerja coba??? Kalo ngga’ ngerasa susah dan sudah cukup kaya ngapain masih kerja??? Yang kaya dan yang miskin, sama-sama kerja berarti kan sama-sama jadi “kuli.” Kuli = susah, jadi sama-sama susah kan??
Izam :    
Bener juga ya Pak !, masing-masing punya tingkat kesusahannya sendiri.
Tukang tambal ban :
Ya, pokoknya hidup jangan ditambah makin susah. Syukuri dan nikmati aja apa yang ada....
Izam :    
- (kembali terdiam dan cukup takjub)

Izam malam itu benar-benar melihat sosok sederhana dengan kata-kata yang begitu ringan tanpa beban, ia berbicara secara spontan tanpa iringan teks  dan tanpa rekayasa ucapan. Satu kalimat yang tak terlupakan, “semua orang pada hakikatnya adalah SUSAH terlepas apakah ia kaya atau miskin.” Pesan itu Izam tangkap dan ia terjemahkan bahwa tidak semestinya kita begitu resah dan iri kepada orang lain, khususnya bagi mereka yang terlihat begitu berlebih dalam tumpukan materi. Allah swt menciptakan keadilan pada setiap makhluk yang diciptakan-Nya. Seseorang yang terlihat miskin secara materi belum tentu mengalami SUSAH dan sebaliknya, seseorang yang terlihat kaya secara materi tidak berarti terbebas dari perkara SUSAH. KeSUSAHan adalah variabel/instrumen pelengkap hidup yang Allah sediakan kepada setiap orang. Yang membedakan dari mereka adalah masing-masing dari setiap orang tadi telah memiliki ruang keSUSAHannya sendiri-sendiri. Jika Allah menciptakan segala sesuatu dengan penuh keseimbangan, maka keSUSAHan adalah niscaya dan keMUDAHan adalah penyeimbangnya.
Tak cukup di situ Izam dibuat takjub, sosok tukang tambal ban tadi sebenarnya bukanlah orang biasa, bukan orang ‘pinggiran’. Meskipun tidak tinggi dalam menempuh jalur studi, tapi paling tidak ia cukup mengenyam bangku pendidikan. Ia juga ternyata memiliki profesi tetap yang cukup menggiurkan atau mempunyai prestise. Melakukan pekerjaan tambal ban baginya adalah mengisi waktu luang saat ia libur dari ke’dinas’an. Dan, yang terpenting dari itu semua adalah tindakannya yang ia lakukan itu ternyata memiliki dua alasan atau latar belakang. Pertama, ia lakukan dalam rangka sekaligus bersilaturrahim ke ibunya di Jakarta sebab profesi aslinya bertempat di daerah jawa barat. Kedua, ia lakukan dalam rangka sekaligus membantu adiknya yang ternyata adalah pemilik usaha tambal ban itu. “Saat saya ke sini (Jakarta), maka saat itu pula adik saya bisa tertidur pulas karena ada saya yang menggantikannya sementara”, ucap Bang Agus - tukang tambal ban badal (pengganti) yang pada akhirnya Izam tahu namanya. Sosoknya kebapakan, terlihat berwibawa namun dengan gaya bicaranya yang begitu supel maka Izam lebih nyaman menyapa dengan sapaan “Bang Agus.”

Luar biasa !!!!, Subhanallah walhamdulillah..... malam itu terlewati begitu berkesan. Ada pelajaran syukur di sana, ada pelajaran arhabuhum shadran (kelapang dadaan), ada pelajaran ausa’uhum nazharan (keluasan cara pandang), ada pelajaran aktsaruhum naf’an (kebermanfaatan sesama orang), dan ada pelajaran bagaimana belajar kerelaan yang maqamnya lebih tinggi di atas kesabaran.



#Red Bridge, Rabbi’ul Awwal 1433 H#

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl